Biarkan Aku Pergi

Oleh : Hikmah Romalina

 

“Aku kangen, kamu segera datang ke sini mas,” seperti tersambar aliran listrik ketika membaca pesan mesra yang masuk ke gawai mas Anto.

Pesan yang tidak sengaja aku baca ketika mengeluarkan gawai miliknya dari saku celana yang akan aku cuci.

Aku duduk terdiam di sofa ruang tamu sambil menunggu mas Anto selesai mandi. Hatiku berkecamuk terbakar cemburu.

Pertanyaan demi pertanyaan muncul di kepalaku dan ingin secepatnya kutanyakan langsung pada mas Anto, siapa yang mengirim pesan itu.

“Siapa dia, mas?” Kamu selingkuh ya? Ayo ngaku mas,” cecarku setengah berteriak seraya menunjukan gawainya saat mas Anto keluar dari Kamar mandi.

“Apa maksudmu,Diah?,” mas Anto balik bertanya sambil menatapku dan mengambil gawainya dari tanganku.

” Kamu jangan pura-pura gak tahu,” teriakku mulai marah.

Mas Anto terlihat gugup. Ia berusaha meyakinkanku dan menenangkanku. “Namanya Sita , Dia teman SMA ku,”jawab mas Anto singkat.

“Ada hubungan apa kamu dengan Sita,? Sampai isi pesannya seperti itu, Sita selingkuhan kamu mas, kejarku.

“Tutup mulut kamu Diah,” ucap mas Anto mengangkat tangannya hendak menamparku.

Aku makin marah melihat gelagatnya seperti itu. Di usia pernikahan kami yang baru tiga tahun dan belum dikaruniakan momongan, rasanya baru kali ini dia perlakukan aku demikian.

Mas Anto tampak kesal. Dia masuk kamar mengambil kunci motornya dan bersiap mau keluar rumah.

Terdengar bunyi gawai, rupanya ia melupakan gawainya tergeletak di meja Ruang tamu.

Terlihat dari nomer yang sama dengan pengirim pesan mesra yang aku baca tadi. Ragu kemudian kugeser tombol jawab tanpa bersuara.

“Mas Anto, cepat datang. Nina, anak kita tiba-tiba demam dan harus segera dibawa ke rumah sakit, ujar suara dari seberang sana terdengar panik.

Deg, terasa kaku sekujur tubuhku mendengarnya. Ternyata mereka sudah punya anak. Aku tak bisa berkata apa-apa. Ku serahkan gawai kepada mas Anto.

“Anakmu sakit mas,”ucapku pelan.

Mas Anto kaget. Apalagi saat mendengar tangisku. Ia langsung menyadari bahwa aku sudah mengetahui tentang Sita.

“Aku minta maaf Diah. Aku tidak bermaksud menyakiti kamu dengan ini semua. Aku dan Sita sudah menikah jauh sebelum kita menikah,” ucap Mas Anto.

Hatiku semakin sakit mendengar penjelasannya. Rupanya mas Anto sudah menikah dengan Sita.

Tiga tahun sebelum pernikahan aku dan mas Anto, Sita yang saat itu sedang mengandung pergi tanpa kabar meninggalkan mas Anto.

Sita pergi karena diusir ibu mertuaku yang dari awal tidak merestui pernikahan mereka karena Sita berasal dari keluarga miskin.

Dua bulan lalu mereka tidak sengaja bertemu saat mas Anto dinas ke Surabaya. Akhirnya mas Anto mengajak Sita dan Nina pindah ke Jakarta.

Mas Anto lakukan itu karena sejatinya mereka belum bercerai. Ia berniat menceritakan padaku tapi belum dapat waktu yang tepat, begitu kata mas Anto.

Aku bingung apa yang harus aku lakukan. Haruskah bertahan dengan pernikahan ini dan menerima semua kenyataan pahit ini. Ataukah aku menyerah dan mengakhiri penikahanku ini.

“Baiklah, kamu urus saja dulu anakmu yang sedang sakit, besok kita bicarakan lagi,” kataku dingin pada mas Anto.

Ia lalu pergi setelah berpamitan padaku. Sementara aku masih menangisi semuanya.

Berharap yang terjadi ini hanya mimpi. Tapi ini nyata dan sungguh menyakitkan.

Mas Anto mengirimkan pesan ke gawaiku, katanya dia menginap di Rumah Sakit menunggui Nina yang harus dirawat inap di Rumah Sakit.

Malam ini, aku menghabiskan malam di atas sejadahku. Selesai tahajud. Aku berdoa dan menangis mengadukan semuanya pada sang Maha segala.

Aku mohonkan petunjukNya agar diberikan jalan terbaik bagi rumah tanggaku ini.

Aku percaya waktu paling mustajab untuk berdoa adalah ketika sholat tahajud di sepertiga malam.Dimana para malaikat turun ke bumi dan Allah akan mengabulkan setiap doa hambaNya, begitulah yang aku pernah dengar dari ceramah seorang ustadz.

***

Pagi harinya, aku mandi dan menunaikan sholat subuh. Badanku terasa segar dan pikiranku juga sudah lumayan tenang. Aku bersyukur dengan nikmat yang dianugerahkan Nya ini.

Aku dengar suara motor mas Anto datang. Ia masuk sambil mengucapkan salam. Aku bergegas ke dapur menyiapkan sarapan untuk mas Anto seperti biasanya.

Setelah mandi dan merapikan diri, kulihat mas Anto duduk di meja makan, ia menyeruput kopi dan mengunyah sarapannya. Aku ikut duduk menemani mas Anto sarapan.

“Aku sudah ambil keputusan tentang rumah tangga kita,” ucapku memulai percakapan.

“Semoga hubungan kita dan semuanya akan lebih baik setelah masalah ini,” tutur mas Anto penuh harap.

“Aku siap mengalah dan pergi dari kehidupan kamu. Kita akhiri pernikahan kita. Kita cerai,”kataku dengan yakin.

“Tidak!, aku tidak ingin bercerai dengan kamu, Diah. Aku mencintaimu. Maafkan aku sayang. Ingat Allah membenci perceraian,” tolak Mas Anto

Menurut kajian yang pernah aku ikuti bahwa Allah memang membenci perceraian tetapi Islam mengizinkan perceraian, dan tidak melarangnya ketika tidak ada pilihan dan jalan keluar lain bagi pasangan suami istri.

Firman Allah dalam surat Al Baqoroh ayat 227 mengatakan, Dan jika mereka berketetapan hati hendak menceraikan, maka sungguh, Allah Maha Mendengar dan Maha Mengetahui. Atas dasar inilah saya berketetapan bercerai, ujarku.

Rasanya pilihan bercerai adalah jalan terbaik, karena memang aku yang hadir belakangan dari pernikahan mas Anto dan Sita.

Aku sesalkan mas Anto tidak pernah menceritakan tentang pernikahan terdahulunya, menurutnya itu atas pemintaan mama mertuaku. Aku coba memaklumi hal itu.

“Aku tidak akan sanggup berbagi dan kamu juga pasti tidak akan bisa berbuat adil. Adil menurut kamu, belum tentu adil menurut yang akan aku atau Sita rasakan, coba pahami itu mas,” ucapku dengan menahan isak.

Mas Anto terdiam, sepertinya dia pasrah dengan keputusanku ini. Tapi sebenarnya, aku tahu, ia tidak inginkan itu.

Aku sendiri sudah bulat dengan keputusanku walaupun itu aku rasa sangat berat. Tapi ini yang terbaik.

Melanjutkan pernikahan kami, akan menjadikan kami saling menyakiti. Aku ikhlas dengan semua takdir ini. Aku relakan mas Anto kembali melanjutkan pernikahannya dengan Sita.

Aku tidak ingin menghancurkan kebahagiaan orang lain demi kebahagiaan pribadiku. Aku ikhlas Sita kembali tersenyum bahagia bersama mas Anto.

Aku yakin semua keputusan dan ketegaranku ini datangnya dari Allah, semoga Allah meridhoi semua, doaku dalam hati.

Jakarta, 28 Februari 2019

#Hikmah050878
#Tugas3
#Kelaspenakreatif