Mawar Yang Layu

Oleh : Hikmah Romalina

Ketika membuka laci lemari di kamarku, mataku menangkap kotak kayu hitam yang berukuran kecil, perlahan kubuka dan kutemukan setangkai bunga  mawar kering,

masih tersimpan rapi di sana, meskipun sudah tak begitu jelas penampakannya dan tak bisa disebut utuh karena sudah tidak mengeluarkan aroma  harum semerbak dan sudah berupa serpihan kering yang menghitam.

Lamunku melayang pada Tujuh Belas Tahun Lalu, setangkai mawar merah kamu berikan padaku sewaktu melamarku. Takjub diriku saat itu, karena melihat kamu yang menjadi romantis sesaat.

“Ini mawar untukmu, mawar pertama aku berikan kepada seorang wanita, ini bukti keseriusanku pada hubungan kita, maukah Engkau Dita menjadi Nyonya Dedi?, I love you ucapmu sambil menyerahkan mawar merah itu padaku.

Ada bahagia terselip, dengan senyum simpul kuanggukan kepalaku dan menerima mawar itu bersama hati yang juga berbunga karena cinta kala itu. Sikap mu yang manis membuatku jatuh cinta padamu.

Aach…Cinta, rasanya tak bisa aku percayai,cinta yang sempat membuatku begitu bahagia, ternyata cinta itu juga yang menyakitiku dan membuatku jatuh terpuruk. Cinta yang awalnya begitu indah tapi dalam selang waktu tertentu membuat kecewa dan sakit hati yang sangat. Cinta yang pernah hadir di hati kami berdua.

“Kenapa kamu tega khianati aku?, kenapa kamu lakukan itu, mas?” tanyaku terisak ketika kutemukan chat mesra di gawainya dengan wanita yang mengaku kamu nikahi satu tahun sebelumnya.

“Maafkan Aku, tak ada maksudku mengkhianatimu. Semua terjadi begitu saja karena awal keisenganku, dek”, jawabmu.

“Tapi semua terlanjur terjadi, sekarang aku berikan kebebasan untukmu memilih Dia atau Aku. Maafkan Aku, Mas. Aku tidak sanggup berbagi”, tangisku pecah.

“Aku mencintaimu, dek. Maafkan Aku. Aku mohon tetaplah mendampingiku, mana mungkin aku sanggup berpisah denganmu dan anak kita,” ucapmu sambil menggenggam tanganku.

Aku terdiam, terasa begitu menyakitkan mendengar semua penjelasanmu. Di usia perkawinan kita yang belum genap tiga tahun sudah kamu goreskan luka ini. Luka mendalam.

Tidak mudah bagiku melupakan sakit hati ini. Dan tak mudah juga menata kembali rumah tangga yang sudah dikhianati salah satu dari dari pasangan yang menjalaninya.

Terasa ingin menyerah dengan semua ini, tapi haruskah aku menyerah? Bagaimana perasaan anakku? Aku tidak ingin anakku merasakan rumah tangga orang tuanya gagal.

Dia cuma bocah kecil yang belum mengerti apa-apa. Hampir Lima Belas Tahun sejak kejadian itu, rumah tangga kami berjalan hambar.

Tidak ada kebahagiaan yang dirasa. Perlahan tapi pasti ku biarkan layu bunga-bunga cinta di hati. Entahlah, karena Aku sendiri juga tidak tahu apa yang harus aku lakukan untuk urusan perasaan yang tidak bisa dipaksa dan diatur ini.

Aku pasrahkan pada takdir semua yang terjadi dalam rumah tangga kami ini.

Berpasrah pada apa yang akan dilakukan mas Dedy sebagai suami terhadap perasaan cinta yang sudah layu ini.

Serpihan- serpihan kering sama nasibnya seperti setangkai bunga mawar yang telah ku simpan selama Tujuh Belas Tahun ini.

Hikmah5878
Jakarta 18012019