Si Cantik itu, Mawar

Oleh : Hikmah Romalina

Namaku Mawar, Aku seorang gadis muda berusia Dua Puluh Lima Tahun. Aku gadis yang pintar, lulusan terbaik dengan predikat cumlaude. Aku sangat dikenal di Kampusku dulu dan sering kali mewakili kampus dalam ajang kecantikan, jadi bisa dibayangkan standar kecantikanku seperti apa. Tidak dipungkiri memang Aku cantik sebagai gadis blasteran campuran kakek buyut dari Ibu berdarah Pakistan dan India, juga Ayahku yang keturunan Chines dan Palembang.

Karena kecantikanku dan kepintaranku, tidak sulit bagiku mencari pekerjaan. Selepas kuliah Aku langsung diterima bekerja di sebuah perusahaan ternama di Kotaku dengan gaji yang lumayan besar membuatku semakin berbangga hati.

Aku bangga dengan semua yang aku miliki, aku merasa tidak membutuhkan orang lain, semua pekerjaan kantor bisa aku kerjakan tanpa harus bertanya kepada siapapun. Aku malas berinteraksi dengan orang yang menurutku tidak selevel denganku.

Atasanku sangat percaya padaku, Aku seperti pegawai penting di Kantor. aku berhasil menghapus kepercayaan atasanku terhadap kinerja pegawai lamanya, biarlah atasanku berpikir hanya Aku yang piawai dan loyal dalam bekerja, yang lain hanya pegawai biasa. Cuma Aku yang mampu mengerjakan semua pekerjaan dengan sangat sempurna.

Aku tidak perduli bagaimana perasaan orang lain. Kalau ada hal yang membuatku kesal dan tidak sesuai dengan yang aku harapkan, tidak segan Aku meluapkan kemerahanku dengan kata-kata yang tentunya menyakitkan. Rasanya hampir semua orang di sekitarku pernah merasakan kata sadis dalam amukan marahku.
Aku marah sewaktu Ibu Dela, manajerku mengatakan laporan yang Aku buat semuanya salah.

Laporan itu aku buat dan aku serahkan beberapa waktu lalu, tanpa bertanya kepada rekan lainnya.

“Laporan yang kamu serahkan kemarin semuanya salah!, ni Aku kembalikan,” ucap Bu Dela.

Aku diam sambil kubuka laporan yang dikembalikan Ibu Dela.

“Makanya kalau kerja itu bertanya dan selalu berkoordinasi dengan yang lain, dengan yang lebih paham, jangan sok kepintaran,” ujar Bu Dela kesal.

Kekesalannya membuatku sewot dan memancing kemarahanku. Aku tidak terima diomelin begitu.

“Jangan marah seenaknya, bu. Kalo gak suka, kerjakan saja sendiri!,” balasku sedikit berteriak dengan muka masam.

Kami bersitegang sesaat sebelum Bu Dela berlalu meninggalkanku, semakin marahku membuncah.

Semua orang di ruanganku bersikap seperti tidak melihat dan mendengar perdebatanku dengan manajerku itu. Semua asik dengan headset masing-masing dan berpura sibuk dengan pekerjaan. Tidak ada yang perduli dengan diriku dan perasaanku.

Aku berlari menuju toilet, bermaksud menumpahkan tangisku. Kupikir cara itu akan membuatku lebih lega dan mengurangi kekesalanku.

Di depan toilet aku menabrak si Yanti salah satu cleaning service di kantorku. Tak urung lagi, Yanti pun kena imbas kekesalanku.

Aku memaki Yanti sepuasku. Tapi Yanti hanya terdiam menatapku. Hingga akhirnya Yanti bersuara.

“Ternyata Bu Mawar sesuai namanya. Seperti bunga Mawar yang cantik dan enak dilihat, menebar harum sesaat tetapi membahayakan bila dekat. Bunga Mawar tajam dengan durinya dan Bu Mawar tajam dengan kata-kata yang keluar dari mulut Bu Mawar,” ucap Yanti.

Ucapan Yanti menohok perasaanku, sambil berlalu Yanti mengucapkan terimakasih atas apa yang telah ku ucapkan.

Aku menangisi diriku yang selama ini tidak menyadari betapa sombongnya aku karena merasa diri paling sempurna dan tidak membutuhkan orang lain. Dan semua terlambat sekarang karena semua orang telah berlalu meninggalkan aku. Tidak satu orang temanpun ada untukku.

#Hikmah5878
Jakarta10022019